Kantor Desa Menjadi Ajang Pertikaian Kades dan Warganya, Apa yang Terjadi..?

Nganjuk-Oposisinews.net |Suasana Balai Desa Kwagean Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk mendadak tegang, ketika terjadi perselisihan antara Kepala Desa (Kades) Lusi dan warganya yang berujung pada keterlibatan anggota keluarga Kades. Emosi yang tidak terkontrol imemuncak saat suami kepala desa menggebrak meja. Insiden gebrak meja terjadi di kantor Desa Kwagean. Jumat,(8/8).Pada saat kejadian Kepala Desa sedang menerima kedatangan warganya Samiran dan kuasa hukumnya di ruang pelayanan.
Samiran sebagai ahli waris sah atas lahan pekarangan yang berlokasi di Desa Kwagean merasa masih mempunyai hak tetapi Kades tidak ada transparansi meyelesaikan secara baik-baik.
Dengan adanya kejadian tersebut memaksa Kasi Pemerintahan Kecamatan Loceret Junaedi turun tangan untuk meredakan situasi.
“Silahkan menyelesaikan masalah ini melalui jalur pengadilan, kalau komunikasi kekeluargaan menemui jalan buntu” jelasnya.

Selaku saksi mata Surya(bukan nama sebenarnya) saat kejadian berada di TKP mejelaskan ‘saya datang kekantor desa bersama pak Samiran, setelah kominikasi Samiran bersama Kades dan stafnya menemui jalan buntu, mereka menghubungi Nur Khozin,SH,MH selaku kuasa hukum Samiran yang notabene juga warga desa setempat.

Ketegangan yang awalnya bersifat administratif berubah menjadi konflik suasana berubah panas ketika suami Kepala Desa menunjukkan sikap emosional. Ia menggebrak meja dengan keras, menyampaikan protes atas perlakuan yang dianggap tidak adil terhadap Kades.Kejadian tersebut juga menjadi tontonan warga yang ada di TKP.

Junaedi ,Kasi Pemerintahan Kecamatan Loceret segera menengahi konflik. Kehadirannya menjadi titik balik dalam meredakan ketegangan, meskipun suasana sempat tidak kondusif selama beberapa jam.

Kejadian ini diketahui oleh awak media yang pada saat itu melaksanakan tugas jurnalistik di Desa Kwagean. Saat dikonfirmasi oleh awak media
Nur Khozin,SH,MH dan klennya merasa malu dan kecewa dengan adanya peristiwa tersebut.
” Saya dan klienya adalah warga asli desa,kepala desa harusnya dapat menunjukkan sikap kepemimpinan yang baik dan profesional, terutama dalam melayani warganya ” Jelasnya

Selanjutnya Nur Khozin,SH,MH
mengatakan,
Kades tugasnya tidak bersifat pribadi, sehingga tidak boleh dicampuri oleh keluarga.

UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa menegaskan bahwa kepala desa bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah daerah, bukan kepada keluarga. Campur tangan keluarga bisa dianggap sebagai intervensi yang melanggar etika jabatan.

“Keluarga yang ikut campur bisa menciptakan kesan nepotisme, memperkeruh suasana, dan merusak integritas lembaga desa”.katanya.

Masih kata Nur Khozin,SH,MH selain kinerja pemerintahan Desa Kwagean, terkait penjaringan perangkat desa tidak luput menjadi sorotannya, seperti penjaringan Sekretaris DesaDesa (Carik) Kaur Pemerintahan (Bayan),dan BPD Desa Kwagean diduga ada unsur KKN. Sekdes,Bayan,BPD terpilih diduga masih kerabat dekat /ada hubungan keluarga dengan Kades.

Merujuk Peraturan Bupati Nganjuk No 4 Tahun 2018 tentang Perangkat Desa, pasat kunci
“Calon perangkat desa tidak boleh mempunyai hubungan keluarga atau semenda sampai derajat ketiga dengan kepala desa”.

Karena itu, pelanggaran Perbup No. 4 Tahun 2018 otomatis berarti pelanggaran Perda No. 6 Tahun 2016,sehingga Bupati punya kewenangan penuh membatalkan SK perangkat desa.Walaupun Perda Nganjuk No. 6 Tahun 2016 tidak menyebut kata” Nepotisme”‘secara eksplisit. Ia memberi ruang Perbub untuk mengatur teknis, termasuk larangan hubungan keluarga.

Kalau Perdes Kwagean mengatur syarat perangkat desa tapi menghapus atau mengurangi larangan yang ada di Perbub Nganjuk No. 4 Tahun 2018 ( misal tidak ada larangan hubungan keluarga sampai derajat ketiga) maka akibatnya bisa di batalkan Bupati(Pasal 52 Perda No. 6 Tahun 2016 jo. Pasal 115 PP 43/2014) selain itu Kades bisa kena sanksi administratif(Pasal 53 Perda No. 6 Tahun 2016).

Dengan adanya insiden ini Nur Khozin,SH,MH selaku profesi advocad merasa dilecehkan harga dirinya serta dihalang-halangi dalam mendampingi kliennya mencari keadilan. Jelas ini bertentangan dengan UU advocad, dalam Pasal 21 UU Advocad (UU No 18 Tahun 2023) berbunyi,
“Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau merintangi advicad dalam membela klien, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 200 juta.

Pada kesempatan yang sama Kades Kwagean saat dikonfirmasi hanya menyampaikan sepatah dua patah kata, warga desa yang bertikai masih ada hubungan famili. “Saya sebenarnya masih ada hubungan famili dengan mereka” Pungkasnya.

Demi Keterbukaan Informasi Publik sesuai Undang-Undang Team Media dan rekan Lembaga Sosisal Kontrol akan Terus melakukan Investigasi terkait Hal tersebut , Sampai ke instansi yang berwenang.

by.U

www.oposisinews.net