Nganjuk-Oposisinews.net| Penjaringan perangkat desa di SendangBumen, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, kini menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan intervensi dari Kepala Desa (Kades) saat itu, Sutoyo — yang kini menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Nganjuk periode 2024–2029 dari Partai Hanura — dalam proses pemilihan Sekretaris Desa (Sekdes).Kuasa hukum dari pihak pelapor, Nur Khozin, SH, MH, mengungkapkan bahwa kliennya, Yuli, merasa dirugikan secara finansial dan moral karena telah diminta untuk memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada Sutoyo. Permintaan tersebut diduga terjadi saat Sutoyo masih menjabat sebagai Kades, di mana ia datang langsung ke rumah klien bersama istrinya dan calon sekdes, Nyutarni.
Nur Khozin, SH, MH, menyebut bahwa uang tersebut diduga akan digunakan untuk mendukung pencalonan Nyutarni sebagai Sekdes. “Karena hubungan pertemanan dan kepercayaan, klien kami menyanggupi permintaan tersebut tanpa banyak pertimbangan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Nur Khozin, SH, MH, mengungkap bahwa tanah bengkok, yang seharusnya menjadi hak penghasilan Sekdes terpilih, ternyata hingga kini masih dikelola oleh Sutoyo. Hal ini memperkuat dugaan adanya penyalahgunaan jabatan dan wewenang untuk kepentingan pribadi, yang dapat dikategorikan sebagai bentuk tindak pidana korupsi.
“Tanah bengkok itu seharusnya menjadi hak carik (Sekdes), tapi informasi dari carik terpilih sendiri menyebutkan bahwa pengelolaannya oleh Sutoyo,” jelas Nur Khozin, SH, MH,.
Tindakan tersebut, menurut analisa hukum, dapat mengarah pada pelanggaran Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, yaitu:
“Barang siapa dengan sengaja memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Selain itu, jika terbukti bahwa proses penjaringan perangkat desa menggunakan data atau dokumen palsu, maka dapat dijerat Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen, yang berbunyi:
“Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
Tak hanya itu, dugaan adanya praktik suap dan penyalahgunaan wewenang dalam proses penjaringan perangkat desa ini juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya pada pasal yang menyebutkan:
“Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun.”
Nur Khozin, SH, MH,menyatakan bahwa pihaknya telah berupaya meminta pengembalian uang sebesar Rp100 juta tersebut, namun tidak pernah mendapatkan respons yang jelas dari Sutoyo. Oleh karena itu, langkah hukum akan segera ditempuh.
“Kami tidak hanya bicara soal kerugian klien kami, tapi ini soal integritas penyelenggaraan pemerintahan desa dan potensi pelanggaran hukum yang serius. Ini harus diusut tuntas,” tegasnya.
Sementara itu, Sekdes terpilih, Nyutarni, saat dikonfirmasi media di Kantor Desa pada Rabu (6/8), membantah adanya praktik suap, namun mengakui bahwa sertifikat milik keluarganya digunakan sebagai jaminan untuk mendapatkan dana, dan tanah bengkok yang menjadi haknya saat ini dikelola oleh Sutoyo dengan sistem sewa.
“Proses penjaringan Sekdes pada saat itu tidak ada uang sepersenpun yang saya keluarkan, semua sesuai prosedur,” ujarnya.
Masyarakat Desa SendangBumen kini menanti tindakan tegas dari aparat penegak hukum atas dugaan pelanggaran serius ini. Mereka berharap agar proses penjaringan perangkat desa dapat dievaluasi secara menyeluruh untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas pemerintahan desa.
Hingga berita ini dipublikasikan, Sutoyo belum memberikan klarifikasi resmi kepada media.
pewarta: Tim Investigasi By.u
Editor: MfD
www.oposisinews.net